Sebuah Keputusan

Aku jarang bahkan hampir tidak pernah sedih saat orang lain mencapai sesuatu sedangkan aku tidak bisa mewujudkan itu. Semacam iri hati. Ah bukankah itu suatu penyakit hati? Dan kini aku merasakannya.

Bahkan orang tersebut adalah sahabatku, orang yang bilang pada dirinya sendiri bahwa “setiap orang memiliki zona waktunya masing-masing, tidak ada yang terlalu cepat maupun terlambat. Bukan berarti yang cepat itu baik dan yang lambat itu buruk, maupun sebaliknya” untuk menguatkan diri dan hatinya atas komentar-komentar negatif orang lain atas keputusan dalam kehidupan yang ia jalani hingga akhirnya waktu keberhasilan yang ia tunggu pun datang, Alhamdulillah…

Aku merasa lega setelah aku menulis ini,


Aku tahu dia mengambil keputusan tersebut dengan dua kemungkinan “berhasil atau gagal lagi”

Yah memang hidup itu tidak ada yang pasti karena kita diharuskan untuk tawakkal alias berserah diri atas segala usaha yang kita lakukan. Bahkan saat aku membayangkan kalau dia gagal lagi, betapa hancur perasaannya, perasaan orang tuanya juga perasaanku sebagai sahabatnya yang tahu bagaimana ia mengupayakan-hanya satu hal itu-

Ku rasa dia adalah seorang sahabat yang membuka mata dan hatiku pada kemungkinan hal yang baik, tentang optimisme, dan husnudzon sama Allah.

Keputusan yang ia ambil, sama halnya dengan aku yang memilih hubunganku untuk bisa bertahan dan nantinya bisa merencanakan untuk bersama/menikah. Meski ada dua kemungkinan juga “berhasil atau gagal lagi”.

Menikah dan bekerja itu sama-sama ibadah

Luruskan niat, tuliskan alasan, sehingga akan mempermudah untuk strategi dan jalan kedepan.

InsyaAllah dimudahkan, aamiin

Post a Comment

0 Comments