Bahagia menurut aku belum
tentu juga menurut kamu, bahagia setiap orang berbeda. Gaya hidup merupakan
cara seseorang untuk mencapai kebahagiaan atas dirinya. Kalau gaya hidup berujung
pada kesengsaraan… berarti hidupnya kebanyakan gaya, heheheheh.
Mengutip dari buku Om
Haryo Setyo Wibowo- Milenialnomics “Selamat
jika anda belum sampai utang untuk memenuhi gaya hidup karena itulah
sebenar-benar riba di zaman modern, bukan tentang dosa tapi lebih ke jeratan
utang tiada akhir”. Hehehe kalo dipikir-pikir sih ada benarnya juga wkwkwk, Halo apakabar kaum
millennial yang membelanjakan uangnya dengan perferensi kepuasan,
prestise/kebanggaan, untuk mencapai kebahagiaan. Wajar tidak sih perilaku macam itu? Oh tentu
wajar dongs asal masih dalam batasan nggak ngutang.
Menurut pengamat digital lifestyle Ben Soebiakto yang
dikutip dari CNN Indonesia, 2018 Penggunaan internet di Indonesia ada 50% dari
jumlah penduduk Indonesia yaitu sekitar 140 ribu jiwa dari 242 juta penduduk
indonesia. Internet sudah melekat pada generasi milenial, bukan hanya untuk
komunikasi dan mengonsumsi konten tapi juga untuk bertransaksi. Dari beberapa
kategori millennial, first jobbers
atau anak-anak millennial yang berumur 20-an dan baru mulai bekerja adalah
generasi paling konsumtif (waduh kok saya banget nih).
Maraknya konsumerisme saat
ini membuat banyak influencer di
Indonesia mengkampanyekan gaya hidup minimalis seperti Deddy Corbuzier dan
Raditya Dika. Mungkin bagi kalian sudah banyak yang tahu lah, kita kan seumuran
eheheh. Berikut adalah gaya hidup minimalis ala Raditya Dika, klik disini.

Gaya hidup minimalis
sejalan dengan sajak klasik yang kita tahu, bahwa bahagia itu sederhana. Untuk
bahagia maka sederhanakan apapun dan fokus terhadap hidup kita, jangan
berlebihan, jangan sampai kekurangan ya thoo?? Wkwkw. Selain sajak klasik, gaya
hidup minimalis juga sejalan dengan teori ekonomi tentang efektivitas/
efsisiensi yaitu melakukan usaha yang seperlunya untuk mendapat hasil yang
maksimal. Coba tengok lagi, itu almari kamu sudah penuh masih mikir pengen beli
baju baru? Buat apa? Kotak skincare & make up kamu sudah penuh masih pengen
coba beli lagi? Biar apa? Lain lagi kalau untuk koleksi kalau akhirnya malah
jadi distraksi kan rugi sendiri hehehehe.
“Less
is more” kalo kata Fumio Sasaki dan para penganut minimalism lainnya,
kekuranganmu ya diterima aja, toh ada kelebihan kamu lainnya. ya dengan baju
yang itu-itu aja sampe orang lain bosen tapi berujung kangen nggakpapa asal
rapih, bersih, disetrika tapi hidupnya produktif. Gakpapa nggak ikut trend skincare make up yang ke
timur-timuran (ala korea glowing bling bling cling) asal bersih dan cantik versi kita sendiri
dengan skincare yang udah cocok dan membuat kita tidak pusing ngurus jerawat
tapi lupa ngurus kerjaan ehhhh wk. tapi aku gak setuju-setuju amat sih sama
less is more di lain sisi. Balance is OK.
Nah selain isi buku Fumio
Sasaki tentang minimalism, yang nyantol di otakku dan akan ku praktikkan adalah
bukunya Leo Babauta yang berjudul The One
Skill, How Matering the Art of Letting Go Will Change Your Life, bukunya uncopyright, bebas
disebarluaskan. Buku uncopyright
adalah strategi marketing supaya orang “mencicipi” karya si Leo dan kalo bagus
serta nagih bakal beli bukunya yang lain, sabi juga nih orang wkwk. BTW Leo
Babauta adalah pencipta Zen Idea yang bisa kalian kunjungi di sini
Ada beberapa tahapan menurut
Leo Babauta sebelum kamu benar-benar ingin menjalani gaya hidup minimalis,
intinya tentang melepaskan. Ada 3 hal penting dalam tahapan itu yang akan saya
coba jabarkan ihiyyy yuk simak
1. Dealing With Distraction (Menghadapi
Distraksi/ Gangguan Hidup)
Fokus dibutuhkan untuk mencapai
tujuan, kalau banyak gangguan dan godaan alangkah lebih baik disingkirkan
dahulu. Apabila hal distraksi itu masih akan kamu gunakan untuk kesenangan kamu
maka simpanlah, apabila tidak maka jual atau sedekahkan aja daripada mengganggu tujuan/fo fokus besarmu ;) jangan takut rugi, insyaallah akan dapat yang lebih besar.
Enjoy dengan apa yang ada di depan
kamu, sekarang, bukan kemarin, bukan besok. maksimalkan!
2. Dealing With Habits (Menghadapi
Kebiasaan yang Tidak Ingin Diteruskan atau Sementara Disingkirkan)
Cara menghadapi kebiasaan lama adalah
menggantinya dengan cara bergerak. Itulah kenapa berpaling disebut move on,
berasal dari kata move atau bergerak, bukan melupakan, gerak aja dulu. Tulis
setiap pagi aktivitasmu dan lakukan. Checklist apa yang bisa kamu lakukan dan
evaluasi setiap hari. Misalnya setiap pagi kamu bangun siang dan kamu ingin
mengganti bangun pagi lalu do exercise? paksa
dirimu untuk melakukan itu dan fokus pada tujuanmu untuk mengubah gaya hidup
demi menjadi lebih baik. Bila kamu hobi belanja, lihat lagi butuh atau ingin???? alihkan
habit belanja kamu ke “belanja untuk dijual” hehehe kan sama sama belanja.
3. Dealing With Possesion (Menghadapi Kepemilikan)
Nah ini dia, memiliki itu mudah… tapi menjadikan
kepemilikan itu sebagai bagian dari hidup kita yang susah. Kadang bosan, kadang
cari yang lain, ujungnya bertahan sama yang nyaman, ihiiyyy bukan cuma soal
cinta yaaa tapi juga benda-benda di sekitar kita yang kita miliki. Punya 1
flashdisk suka ngumpet terus beli lagi flashdisk baru, yang lama dibiarin
ngumpet gak dicari, lah mubadzir kan jadinya. Ntar kalau dua-duanya ngumpet
baru deh dicari. Intinya milikilah sesuatu dan jadilah bagian darinya, peduli
kuncinya.
Setelah kamu menyingkirkan gangguan, lalu mulai dengan kebiasaan baru serta menjadikan kepemilikanmu sebagai bagian dari hidupmu, teruskanlah, ulangi supaya menjadi gaya hidup dan lihat efeknya :) Menjadi orang yang
minimalis bukan berarti irit banget loh, justru kita harus meningkatkan
kualitas hidup kita. Ibarat dulu kalkulator, kamera, hp manual, jam tangan
masih berdiri sendiri-sendiri, sekarang diringkas jadi teknologi yang
memudahkan manusia yaitu smartphone. Kalau kamu punya 5 make up/ baju yang kalau dijual
bisa beli 1 jenis make up/baju yang nyaman dan berkualitas tinggi kenapa tidak?
^^
0 Komentar